Selasa, 28 Maret 2023

Workshop sebagai Pencetak Regenerasi Teater Tigakoma

 

Api unggun sebagai peresmian secara simbolis warga baru Teater Tigakoma 

Teater Tigakoma telah meresmikan 15 warga baru Teater Tigakoma, pada (12/03/23), 03.00 dini hari, di Balai Desa Kajar.

Sebelum meresmikan warga baru secara simbolis dengan cara siraman, terdapat beberapa rangkaian acara. Pra workshop dilaksanakan pada tanggal 16 – 20 Februari 2023. Sebagai bekal dasar, calon warga dikenalkan beberapa materi yang meliputi; penyutradaan, keaktoran, penulisan naskah, teknik pemanggungan, lighting, musik dan make up. Pemateri tentunya dari alumni Teater Tigakoma sendiri.

Bukan hanya mendapat teori saja, calon warga baru mendapatkan tugas untuk mempersiapkan suatu persembahan berupa pementasan teater yang dipentaskan di acara lanjutan yaitu Workshop. Tugas ini sebagai wujud dari luaran pra workshop dan penerapan materi yang usai disampaikan pemateri secara kelompok kecil.

Kurang lebih 3 minggu dalam mempersiapkan workshop, calon warga mempersiapkan naskah yang ditulis sendiri, jadwal latihan dan konsep pementasan setiap kelompok.

Tiba waktunya tanggal 10 – 12 Maret 2023, kegiatan workshop berlangsung. Di hari pertama diadakan materi tentang manajemen produksi, penulisan puisi, dan teknik kepemanggungan. Hari kedua, olah tubuh kemudian ada sobo kampung. Malam puncaknya adalah persembahan pementasan teater dari setiap kelompok dan panggung bebas. Tak lupa, warga setempat turut memeriahkan panggung bebas.

Usai sudah acara pementasan, disusulah acara peresmian calon warga baru menjadi warga baru dengan siraman yang dilakukan oleh alumni Tigakoma, sebagai simbolis. Di samping itu juga ada sarasehan dengan alumni dan api unggun.

Setelah diresmikan, rencananya warga baru akan diberdayakan sesuai minat bakat yang mereka punya, melalui ruang-ruang yang disediakan para pengurus Tigakoma.

Salam Hangat

Penulis

Teater Tigakoma.


Dokumentasi:




















Senin, 06 Maret 2023

Perjalanan Pentas Produksi Teater Tigakoma Ke-XVII Wujud Eksistensi dalam Berkarya

 

Pentas - Aktor dan aktris menyuarakan aspirasi sambil menangis dalam lakon Umang-Umang, Solo (06/02/23), (Tigakoma)

Program kerja kelompok kajian Teater Tigakoma salah satunya Pentas Produksi sebagai wujud eksistensi kami dalam berkarya selama menjadi teater kampus.

Akhirnya Teater Tigakoma sukses melaksanakan pentas dua kota dengan mengangkat naskah “Umang-Umang Atawa Orkes Madun #2”, karya Arifin C. Noer. Pentas pertama dilaksanakan di Kota Kudus pada tanggal 25 Desember 2022 tepatnya di Auditorium UMK. Sedangkan pentas kedua di Kota Solo (Surakarta) di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT), pada 06 Februari 2023.

Apakah ada perbedaan diantara pementasan di Kota Kudus dan Kota Solo?

Sebelumnya, kami berproses  untuk mengisi sisa waktu sebelum adanya peralihan kepengurusan dengan memberikan kesan yang luar biasa. Kami bersama-sama melahap naskah tersebut yang terdiri dari 93 lembar dalam tenggat waktu kurang lebih 4 bulan.

Perbedaan yang ditemukan sangat signifikan.

Dalam forum seusai pementasan di Kudus (25/12/22) terdapat respon-respon dari penonton yang menjadi tantangan buat kami, sehingga lebih mempersiapkan kualitas aktor ataupu panitia pada pertunjukan di Solo. Dapat disimpulkan bahwa tenaga kami untuk menggerakan Umang-Umang dalam kurun waktu kurang lebih 3 jam masih perlu ditingkatkan lagi. Dari segi penghayatan aktor/aktris secara universal mencapai 25% walaupun tidak semuanya.

Sedangkan pada pertunjukan di Solo menurut dramaturg dan sutradara saat berdiskusi pasca acara mengatakan bahwa penghayatan aktor/aktris lebih halus dibandingkan pementasan di Kudus. Evaluasi untuk berbenah menjadi lebih baik, kami memanfaatkan waktu yang tersisa –sekitar satu bulan-, sehingga kami lebih siap tenaga maupun batin dalam menghadapi lingkungan baru pada pementasan selanjutnya.

Kami sangat berharap, semoga melalui proses pentas produksi ke-17, kami dapat mengembangkan pengetahuan skill kelompok dan semoga aktivitas berkesenian kami yang akan datang tidak terkurung oleh epigon dan permasalahan yang klise. Tabik.

Oleh: Teater Tigakoma


Sabtu, 04 Maret 2023

Tigakoma Membaca Arifin C. Noer

Pembunuhan Japar oleh tokoh Waska dalam salah satu adegan penpro ke-17 di Auditorium UMK (25/12/23) 

Umang-Umang atawa Orkes Madun II. Pertama-tama dihadapkan naskah besar tersebut -bahkan kami sangat yakin bahwa tidak ada yang berani meragukannya- kami sontak hampir gontai. Pertanyaan yang tumbuh menonjol dan kian terjal yakni: akan kita kemanakan naskah besar tersebut? Kami yang akan diarahkan oleh Umang-Umang, atau sebaliknya? Kebetulan, kami sama-sama sepakat, bahwa kami yang akan mengarahkan Umang-Umang.

Namun dengan alasan-alasan apa? Dengan tujuan apa kami memberi warna pada naskah tersebut? Menurut hemat kami, naskah -dalam hal ini Umang-Umang- Arifin cenderung membukabebaskan ruang yang besar untuk melakukan berbagai eksperimentasi. Pasalnya, cerita berkembang bebas kemana-mana menabrak jalur-jalur konvensional. Misal plot yang kerap berganti mendadak, diikuti dengan peralihan set yang notabene imajiner. Itu bisa saja menjadi keberuntungan sekaligus kesialan bagi kami. Akan berakibat fatal, kalau saja ketika ingin memberikan alasan keterhubungan dari kumpulan fragmen plot dalam naskah yang tidak linier itu, dramaturg dan sutradara tidak teliti.

Betapa tidak? Menghadapi simbol-simbol pada keterangan di dalam naskah yang -menurut Sapardi Djoko Damono, di salah satu wawancaranya- begitu puitis tentu boleh dibilang kejelian serta kecekatan sutradara sangat dituntut. Tidak terkecuali juga daya tangkap yang komprehensif dari para aktor. Di sini, menurut kami, kepekaan sosial jadi taruhannya. Kami tidak akan sampai pada jeritan kaum miskin yang ingin disuarakan Arifin, kalau saja kepekaan sosial kami tumpul. Mengingat naskah ini tidak terlepas dari persoalan tersebut. Dalam hal ini, kami harus berhati-hati.

 Agaknya yang begitu kental dalam ingatan kami dari salah satu kredo Arifin yaitu, bahwa pertunjukan itu harus gemerincing. Artinya, sebelum melahirkan ke-gemerincing-an itu sendiri, kita harus bersedia menciptakan suasana sepi senyap terlebih dahulu. Hingga gemerincing itu akan nampak.

 Lalu, untuk mencapai apa yang kami harapkan, kami telah melakukan berbagai pendekatan. Mulai dari pemilihan kostum yang tidak terlampau jauh dari zaman kami. Pola akting yang segar. kehadiran media (proyektor). Tak luput juga dengan komposisi musik yang tidak hanya sekadar menempel dan menjadi pemanis. Namun memiliki daya resonansi dan sebangun dengan jiwa di tiap adegan.

 Yang kami ramu sedemikian rupa agar dapat menopang konstruksi dramatik dan tidak terjebak pada pola akting yang purba. Tujuan kami agar naskah Umang-Umang tidak kelewat jauh panggang dari api, sehingga memungkinkan dapat berkompromi dengan generasi kami, tanpa mengurangi kedalaman Umang-Umang itu sendiri. Dengan ini pertunjukan akan menemukan kontur yang tentunya akan menjadi kepemilikan kelompok kami dan mudah-mudahan subtil.

 Akankah kami mampu menjinakkan naskah besar ini, sehingga -barangkali bisa dibilang- dapat menjadi pergumulan yang baik antara pelakon dan penonton? Kami benar-benar tidak bermaksud hendak berbicara dikotomi baik dan buruk mengenai pementasan kami. Jadi, setelahnya, kami berharap bisa menghibur tamu kami dengan trengginas. Sampai jumpa di Teater Arena, TBJT (Taman Budaya Jawa Tengah), Surakarta. Tabik.

Oleh: Teater Tigakoma


Dokumentasi pementasan: