Parade Seni
Peringatan Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah Ke-65 Tahun 2015
Purwokerto,
21 Agustus 2015. Telah diadakan parade potensi seni daerah dalam rangkaian
acara peringatan hari jadi provinsi Jawa Tengah ke-65 tahun 2015 dengan semarak
dan sangat menarik. Masyarakat kota Purwokerto juga sangat antusias selama
kegiatan berlangsung, hal itu terbukti dengan warga yang langsung menonton
parade hingga memenuhi trotoar sepanjang jalan depan Kantor Bakorwil III hingga
menuju ke arah GOR Satria, tempat dimana seluruh perwakilan dari kabupaten/kota
di Jawa Tengah menampilkan sebuah persembahan singkat yang disaksikan secara
langsung oleh Bapak Ganjar Pranowo, selaku Gubernur Jawa Tengah di panggung
kehormatan.
Dalam
acara kali ini, dengan sangat bangga Teater Tigakoma ikut berpartisipasi dengan
mewakili Kabupaten Kudus atas tawaran dari Disbudpar (Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata) Kudus bekerja sama dengan PaSMA (Padhepokan Seni Murni Asih) Kudus.
Selain dari teman-teman Teater Tigakoma juga ada perwakilan dari siswa-siswi
SMP 2 Kudus dan SMP Undaan yang ikut berproses atau latihan selama 2-3 minggu.
Tahun ini kontingen Kab. Kudus menampilkan sebuah pementasan seni
dan budaya dengan mengusung konsep pluralisme yang selama ini telah mengakar
dan menjadi fenomena khas dari sejarah di Kudus. “Madege Menara Kudus”
menjadi judul bagi sebuah pementasan singkat selama kurang dari 3 menit dalam
parade seni tersebut dengan disutradarai oleh Waryoto Giok, seorang pegiat seni
teater dari Kudus.
Pementasan
tersebut menggambarkan dengan jelas tentang bagaimana awal kondisi masyarakat
di Kudus yang mayoritas memeluk agama Hindu dan Budha. Pada saat kerajaan Demak
Bintoro mulai kuat berdiri dan kerajaan Majapahit yang beragama Hindu melemah,
Sunan Kudus (Syekh Ja’far Shodiq) diutus untuk mengatur, mengelola serta
berdakwah agama Islam di daerah utara kerajaan Demak atau masuk dalam wilayah
Kabupaten Kudus.
Sunan Kudus
tidak sembarangan dalam memilih cara dalam berdakwah. Beliau memahami terlebih
dahulu kondisi dan watak dari masyarakat sekitar yang masih taat menjalankan
ajaran Hindu. Salah satu cara unik yang dipilih oleh Sunan Kudus untuk menarik
perhatian masyarakat terhadap agama Islam yakni dengan mengumumkan kepada
santri-santrinya waktu itu untuk tidak menyembelih hewan sapi karena hewan
tersebut dianggap sebagai hewan suci kendaraan Dewa Brahma, salah satu dari
tiga dewa tertinggi dalam ajaran Hindu. Bentuk toleransi yang dijalankan ini
terbukti berhasil dengan kemudian banyak masyarakat yang awalnya antipati
menjadi simpati terhadap ajaran Islam.
Dalam
pementasan ditunjukkan suasana tegang dan panas yang terjadi di tengah
masyarakat yang hidup dengan memiliki perbedaan budaya dan agama. Suatu ketika
terjadi sebuah kekacauan dan kerusuhan yang mengakibatkan banyak korban.
Prajurit kerajaan pada zaman itu yang berniat mengamankan kondisi ternyata di
luar dugaan semakin kewalahan dalam menangani kemarahan masyarakat. Banyak
kerugian yang terjadi akibat peristiwa tersebut. Dengan sifatnya yang arif,
bijaksana dan tegas, Sunan Kudus bersama dengan tokoh agama lain pada saat itu
sepakat agar didirikan sebuah bangunan yang dijadikan sebagai tanda toleransi
antar umat beragama agar selanjutnya dapat hidup berdampingan dengan tenang.
Menara
Kudus menjadi simbol perdamaian dan toleransi di kalangan masyarakat Kudus yang
memiliki perbedaan agama dan kebudayaan. Peristiwa akulturasi budaya yang
terjadi terlihat jelas dalam arsitektur Menara Kudus yang secara keseluruhan
merupakan gabungan dari elemen-elemen keberagaman kebudayaan yang ada saat itu.
Beberapa hal itu dapat ditemukan pada bagian dasar menara yang memiliki
sentuhan bentuk candi-candi Hindhu, pada bagian tubuh atau badan menara juga
terdapat hiasan keramik asli dari negeri Cina, serta pada bagian tajug atau atap menara terdapat bedhug dan kenthongan yang dibunyikan sebelum azan berkumandang untuk memberi
kabar bahwa telah masuk waktu shalat.
Itulah
sedikit alur cerita pementasan dari kontingen Kabupaten Kudus pada acara parade
seni Jawa Tengah 2015. Acara ini berlangsung dengan baik dan lancar meski pada
saat perjalanan menuju garis akhir sangat macet dikarenakan jalan menjadi penuh
oleh penonton yang memiliki antusiasme begitu tinggi. Semoga dengan semakin
seringnya digelar acara kebudayaan seperti ini dapat menumbuhkan kesadaran
seluruh masyarakat dan pemerintah untuk mau melestarikan dan mempelajari
seluruh kebudayaan dan kesenian yang ada di sekitar untuk Indonesia yang maju
dan berbudaya. Salam Budaya !
Kudus...
Kota Kretek… Sejahtera… Tung Gentang Gentung Doorrr.. (:sebuah teriakan
penyemangat dari kontingen Kabupaten Kudus dalam parade tersebut.)
Teater
Untuk Pendidikan, Tigakoma Yess !!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar