Senin, 31 Agustus 2015

SASTRA DAN BUDAYA



Parade Seni Peringatan Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah Ke-65 Tahun 2015



        
 Purwokerto, 21 Agustus 2015. Telah diadakan parade potensi seni daerah dalam rangkaian acara peringatan hari jadi provinsi Jawa Tengah ke-65 tahun 2015 dengan semarak dan sangat menarik. Masyarakat kota Purwokerto juga sangat antusias selama kegiatan berlangsung, hal itu terbukti dengan warga yang langsung menonton parade hingga memenuhi trotoar sepanjang jalan depan Kantor Bakorwil III hingga menuju ke arah GOR Satria, tempat dimana seluruh perwakilan dari kabupaten/kota di Jawa Tengah menampilkan sebuah persembahan singkat yang disaksikan secara langsung oleh Bapak Ganjar Pranowo, selaku Gubernur Jawa Tengah di panggung kehormatan.
        Dalam acara kali ini, dengan sangat bangga Teater Tigakoma ikut berpartisipasi dengan mewakili Kabupaten Kudus atas tawaran dari Disbudpar (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata) Kudus bekerja sama dengan PaSMA (Padhepokan Seni Murni Asih) Kudus. Selain dari teman-teman Teater Tigakoma juga ada perwakilan dari siswa-siswi SMP 2 Kudus dan SMP Undaan yang ikut berproses atau latihan selama 2-3 minggu.




        Tahun ini kontingen Kab. Kudus menampilkan sebuah pementasan seni dan budaya dengan mengusung konsep pluralisme yang selama ini telah mengakar dan menjadi fenomena khas dari sejarah di Kudus. “Madege Menara Kudus” menjadi judul bagi sebuah pementasan singkat selama kurang dari 3 menit dalam parade seni tersebut dengan disutradarai oleh Waryoto Giok, seorang pegiat seni teater dari Kudus.
Pementasan tersebut menggambarkan dengan jelas tentang bagaimana awal kondisi masyarakat di Kudus yang mayoritas memeluk agama Hindu dan Budha. Pada saat kerajaan Demak Bintoro mulai kuat berdiri dan kerajaan Majapahit yang beragama Hindu melemah, Sunan Kudus (Syekh Ja’far Shodiq) diutus untuk mengatur, mengelola serta berdakwah agama Islam di daerah utara kerajaan Demak atau masuk dalam wilayah Kabupaten Kudus.
Sunan Kudus tidak sembarangan dalam memilih cara dalam berdakwah. Beliau memahami terlebih dahulu kondisi dan watak dari masyarakat sekitar yang masih taat menjalankan ajaran Hindu. Salah satu cara unik yang dipilih oleh Sunan Kudus untuk menarik perhatian masyarakat terhadap agama Islam yakni dengan mengumumkan kepada santri-santrinya waktu itu untuk tidak menyembelih hewan sapi karena hewan tersebut dianggap sebagai hewan suci kendaraan Dewa Brahma, salah satu dari tiga dewa tertinggi dalam ajaran Hindu. Bentuk toleransi yang dijalankan ini terbukti berhasil dengan kemudian banyak masyarakat yang awalnya antipati menjadi simpati terhadap ajaran Islam.



Dalam pementasan ditunjukkan suasana tegang dan panas yang terjadi di tengah masyarakat yang hidup dengan memiliki perbedaan budaya dan agama. Suatu ketika terjadi sebuah kekacauan dan kerusuhan yang mengakibatkan banyak korban. Prajurit kerajaan pada zaman itu yang berniat mengamankan kondisi ternyata di luar dugaan semakin kewalahan dalam menangani kemarahan masyarakat. Banyak kerugian yang terjadi akibat peristiwa tersebut. Dengan sifatnya yang arif, bijaksana dan tegas, Sunan Kudus bersama dengan tokoh agama lain pada saat itu sepakat agar didirikan sebuah bangunan yang dijadikan sebagai tanda toleransi antar umat beragama agar selanjutnya dapat hidup berdampingan dengan tenang.
Menara Kudus menjadi simbol perdamaian dan toleransi di kalangan masyarakat Kudus yang memiliki perbedaan agama dan kebudayaan. Peristiwa akulturasi budaya yang terjadi terlihat jelas dalam arsitektur Menara Kudus yang secara keseluruhan merupakan gabungan dari elemen-elemen keberagaman kebudayaan yang ada saat itu. Beberapa hal itu dapat ditemukan pada bagian dasar menara yang memiliki sentuhan bentuk candi-candi Hindhu, pada bagian tubuh atau badan menara juga terdapat hiasan keramik asli dari negeri Cina, serta pada bagian tajug atau atap menara terdapat bedhug dan kenthongan yang dibunyikan sebelum azan berkumandang untuk memberi kabar bahwa telah masuk waktu shalat.



Itulah sedikit alur cerita pementasan dari kontingen Kabupaten Kudus pada acara parade seni Jawa Tengah 2015. Acara ini berlangsung dengan baik dan lancar meski pada saat perjalanan menuju garis akhir sangat macet dikarenakan jalan menjadi penuh oleh penonton yang memiliki antusiasme begitu tinggi. Semoga dengan semakin seringnya digelar acara kebudayaan seperti ini dapat menumbuhkan kesadaran seluruh masyarakat dan pemerintah untuk mau melestarikan dan mempelajari seluruh kebudayaan dan kesenian yang ada di sekitar untuk Indonesia yang maju dan berbudaya. Salam Budaya !
Kudus... Kota Kretek… Sejahtera… Tung Gentang Gentung Doorrr.. (:sebuah teriakan penyemangat dari kontingen Kabupaten Kudus dalam parade tersebut.)
Teater Untuk Pendidikan, Tigakoma Yess !!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar