Antara Profesionalisme dan “Rasa” Dalam Berorganisasi,
Manakah yang Harus Didahulukan?
Dalam kaitannya sebagai makhluk sosial,
manusia melakukan interaksi dengan
manusia lain untuk dapat memenuhi kodratnya sebagai zoon politicon. Manusia tidak bisa hidup tanpa adanya bantuan dari
manusia lain. Dalam hal ini akan menimbulkan suatu pola ketergantungan yang
menyebabkan manusia saling berinteraksi. Dari adanya pola-pola interaksi yang
terjadi manusia akan hidup berkelompok sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
yang dimiliki.
Sejak zaman dahulu melalui
kelompok-kelompok yang terbentuk, manusia melakukan aktivitas yang ditujukan
untuk memenuhi segala macam kebutuhannya. Baik kebutuhan fisik maupun emosi
yang tentunya harus dapat dilakukan secara bersama-sama dan tidak menimbulkan
suatu kekecewaan. Kelompok-kelompok tersebut pada zaman modern sering disebut
dengan kata organisasi (organon :Yunani) yang dapat berarti suatu tempat atau wadah bagi orang-orang
untuk berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana,
terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya, sarana-prasarana,
data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk
mencapai tujuan organisasi.
Bicara
tentang organisasi, kita juga tidak akan bisa melupakan kata manajemen. Dimana
manajemen merupakan unsur terpenting dari sebuah organisasi. Manajemen dapat
diartikan sebagai suatu cara untuk menyelesaikan pekerjaan atau tugas yang ada
melalui kerjasama dengan orang banyak. Jika sebuah manajemen yang dilakukan
organisasi itu buruk, maka bisa saja tujuan yang diharapkan tidak akan pernah
berhasil.
Berhasil
atau tidaknya suatu sistem yang telah disepakati dalam organisasi juga tidak
dapat terlepas dari manusia yang tergabung dalam struktur suatu organisasi.
Kualitas yang dimiliki oleh setiap manusia pasti berbeda-beda namun untuk
mencapai tujuan yang telah disepakati sebagai seorang manusia yang
berpendidikan paling tidak kita harus dapat mengatur diri sendiri untuk
kemudian dapat bertugas secara profesional dalam organisasi.
Profesionalisme
terkadang menjadi suatu kata-kata impian yang hanya diketahui dan terkesan
sangat sulit untuk dilakukan. Padahal bila kita berkemauan untuk bekerja secara
profesional dalam organisasi maka hal itu dapat memberikan dampak positif bagi
diri kita sendiri. Bukan hanya menjadi angan-angan tak jelas, namun bila
diawali dengan niat yang benar dari masing-masing individu maka perilaku
profesional itu akan terwujud dengan baik dan berkesinambungan.
Mengingat
tentang profesionalisme, kita juga pasti pernah mengalami hambatan-hambatan
dalam pelaksanaannya. Seringkali hambatan yang ditemui berupa masalah tanggung
jawab yang terkesan saling lempar dan saling tidak memperdulikan sehingga
jalannya sistem menjadi rumit dan terlihat tidak jelas. Ketika kita dihadapkan
pada kondisi yang seperti ini sepatutnya kita saling mengingatkan agar
kesalahan yang terjadi dapat segera diperbaiki. Namun kenyataannya dengan
adanya keakraban dan rasa kekeluargaan yang terbentuk, tiap orang memiliki
persepsi yang berbeda dan cenderung salah dalam hal mengartikan rasa akrab dan
kekeluargaan itu. Sehingga fenomena penyepelean tanggung jawab seperti sudah
menjadi suatu kebiasaan yang kita temui.
Penyepelean-penyepelean
itu lambat laun berubah menjadi ciri khas dan sepertinya tak ingin ada
perubahan terhadapnya. Entah karena memang sudah nyaman dengan sistem “saling
lempar tanggung jawab” ataukah ada suatu hal yang harus ditawar ketika di awal
sudah disepakati semua peraturan dan tanggung jawab yang ada. Misalkan dengan
adanya tugas-tugas akademis yang mengantri, urusan intern keluarga yang
dijadikan alasan dan sebagainya yang paling tidak harus dapat kita kondisikan
dalam kadar waktu yang tidak berlarut-larut.
Memang
tidak mudah merubah suatu kebiasaan lama yang dianggap selalu benar menjadi
suatu kebiasaan baru yang sepintas tidak menawarkan keuntungan apa-apa bahkan
ada yang mengatakan hanya suatu praktek coba-coba. Namun sebagai orang
terpelajar akankah kita mau terperangkap dalam kebiasaan lama seperti ini yang
cenderung selalu mengandalkan kata “rasa” dalam menerangkan alasan-alasan
sehingga kita terselamatkan dari tugas dan tanggung jawab organisasi yang sudah
diberikan kepada kita?
Pikiran
yang bijak berkaitan dengan soal profesional dan kata “rasa” dalam pelaksanaan
tugas suatu organisasi yakni bukan tentang “rasa” akrab yang ada akan membuat
kita selalu menyepelekan tugas dan akhirnya kita akan menggantungkan diri pada orang
lain dalam urusan tersebut, melainkan dengan adanya “rasa” kita akan menerapkan
sikap profesionalisme dan tanggung jawab, agar tidak ada kejadian saling
mengecewakan dalam sebuah organisasi.
(Muh. Helmi Aditia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar